Inilah empat desainer lulusan LPTB Susan Budihardjo yang berlaga di Jakarta Fashion Week 2020.
Durasi baca: 55 detik
Diyakini oleh banyak orang, jika Anda adalah seorang desainer dan ingin karya Anda dikenal oleh banyak orang, beranikan diri Anda untuk tampil di ajang bergengsi, Contohnya adalah Jakarta Fashion Week.
“Seorang desainer dilihat dari koleksi yang dipresentasikan di muka publik. Saat itulah orang menilai kreativitas dan kemampuan desainer secara utuh. Salah satu upaya LPTB Susan Budihardjo dalam meningkatkan kemampuan desainer muda adalah dengan mengajak mereka untuk ikut di dalam perhelatan mode seperti Jakarta Fashion Week ini”, begitu menurut Susan Budihardjo, pimpinan LPTB Susan Budihardjo.
Itulah sebabnya setiap tahun LPTB Susan Budihardjo menawarkan kesempatan kepada lulusan terpilih sekolah mode ini untuk tampil di muka publik. Peluang tersebut tentu tidak disia-siakan oleh para alumni sekolah mode yang telah berdiri sejak 1980 itu.
(BACA JUGA: New York Fashion Week Spring Summer 2020 Cerah dan Segar)
Tahun ini, sosok yang terpilih adalah Bella Shofie, Sonia Angela, Prettycia Haqni, Abirani. “Times” menjadi tema utama yang disepakati oleh mereka berempat. Selanjutnya, mereka harus menginterpretasikan atau menurunkan tema utama tersebut ke dalam tema masing-masing rancangan busana yang sesuai dengan ciri khas desain mereka sendiri.
ARTI TIMES BAGI MASING-MASING DESAINER LPTB Susan Budihardjo
Arti tema “Times” bagi seorang desainer terpilih belum tentu sama dengan desainer LPTB Susan Budihardjo yang lain. Bagi Bella Shofie, awan menjadi inspirasinya dalam meretaskan “waktu”. Bagaikan waktu yang terus berganti, awan selalu mengalami perubahan bentuk dan warna: putih, ungu, jingga, dan hitam.
Saat itu, Bella membawakan karya cipta bergaris desain glamor dan feminin ke dalam busana beragam model dan siluet.
Gaun panjang yang muncul saat terakhir show-nya adalah gaun yang paling menerjemahkan awan secara eksplisit. Sekujur busana dijahitkan satu per satu bentuk awan abstrak yang terbuat dari bahan tipis organza. Kain organza itu disemprot dengan bahan khusus hingga menjadi lebih kaku dan dapat dibentuk.
Sebuah atraksi dihadirkan Bella di penghujung presentasinya. Gaun super panjang itu tiba-tiba berubah bagaikan gugusan awan yang memendarkan cahaya. Rupanya ia menggunakan formula khusus “glow in the dark” yang dibubuhkan pada busana sehingga memberikan efek dramatis sesaat setelah lampu panggung di padamkan.
(BACA JUGA: Milan Fashion Week Spring Summer 2020: 5 Koleksi Desainer Favorit GLITZMEDIA.CO)
Bagaimana dengan Sonia Angelia? Gerbang kastil yang ditumbuhi bunga mawar menjadi inspirasi utama tiga belas koleksi office wear yang stylish, sekaligus elegan. Sonia memilih bentuk desain yang clean seperti kesan gerbang dan bunga mawar dalam warna yang selaras; abu-abu, merah marun, serta off-white.
Potongan pola yang ditindas dengan garis jahit tindas diibaratkan sebagai gerbang yang kokoh dalam padanan rok, blus, serta rompi. Detail melengkung pada ujung blus atau celana menjadi penanda ciri khas desain a la Sonia yang percaya dengan potongan tailor yang rapi serta penempatan lining yang tepat.
KARYA DUA DESAINER TERAKHIR YANG TAK KALAH MENARIK
Lain lagi dengan Prettycia Haqni. Ia terinspirasi dari kecantikan Santorini, pulau yang dinilai paling romantis di dunia. Kecantikan Santorini diterjemahkan menjadi gaun dan busana koktail dalam warna biru dan putih.
Di bagian bawah gaun dibentuk potongan semacam kubah dan lonceng gedung. Bahan duchess yang agak tebal dipilih untuk mempertegas bentuk. Gelombang laut diimplementasikan Prettycia menjadi pleats yang diolah dari bahan sifon dalam warna gradasi biru.
Sedangkan gaun tiered dress yang disusun tumpuk dalam potongan A tanpa lengan memberi gambaran yang kuat tentang gelombang laut. Yang menarik adalah kombinasi payet yang disematkan pada beberapa bagian busana sebagai wujud taburan bintang di Santorini pada malam hari.
(BACA JUGA: Nuansa Lipstik Bold untuk Segala Warna Kulit)
Terakhir adalah tiga belas set busana karya Abirani yang menjadi penutup peragaan dalam desain constructed-edgy. Ia memperkenalkan aroma busana unisex berjudul “Emotion”.
Berbagai potongan busana yang asimetris dipadukan dalam warna off-white untuk mewakili ketenangan dan warna terang untuk menggambarkan emosi yang kental.
Keterampilan utama Rani memecah pola menjadi potongan-potongan tidak terduga menjadi ciri khas desainnya. Bagaikan sebuah puzzle, potongan pola itu harus disatukan dengan jahitan. Dalam satu set pakaian, Rani dapat memasukkan dua puluh unsur yang berbeda.
Rani menggunakan embellishment yang tidak biasa seperti, pita, webbing, smock, kaitan tas, dan mata itik untuk mengayakan desainnya. Webbing atau tali yang digunakan pada setiap koleksi busananya menjadi benang merah yang menggambarkan bahwa tiap waktu saling berkaitan dan tiap emosi saling berhubungan.
(Anggia Hapsari, foto: Tim Muara Bagdja)